Pengertian Ijma: Konsensus Umat Islam dalam Hukum Islam

Kata Kunci: Ijma, Hukum Islam, Fiqih, Konsensus, Ulama, Sumber Hukum Islam, Ijma’ dalam Islam, Definisi Ijma, Jenis Ijma, Syarat Ijma

Pendahuluan: Memahami Ijma sebagai Sumber Hukum Islam

Ijma, dalam konteks hukum Islam (fiqih), merupakan salah satu sumber hukum yang penting setelah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ia merujuk pada kesepakatan ulama (ahli hukum Islam) yang berkompeten dalam suatu masalah hukum tertentu. Pemahaman yang tepat tentang pengertian ijma, syarat-syaratnya, dan jenis-jenisnya sangat krusial bagi pemahaman yang komprehensif terhadap sistem hukum Islam. Artikel ini akan menguraikan secara detail pengertian ijma, membahas syarat-syarat penerimaan ijma sebagai sumber hukum, serta mengkaji berbagai jenis ijma yang dikenal dalam literatur fiqih. Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman yang jelas dan komprehensif bagi pembaca mengenai peran penting ijma dalam pembentukan hukum Islam.

Definisi Ijma dan Posisinya dalam Sistem Hukum Islam

Ijma secara bahasa (etimologi) berarti "kesepakatan" atau "konsensus." Dalam konteks hukum Islam, ijma didefinisikan sebagai kesepakatan para ulama (mujtahid) dari suatu generasi tertentu atau sepanjang masa terhadap suatu hukum syariat setelah mereka melakukan ijtihad (proses penarikan hukum dari sumber-sumber hukum Islam). Kesepakatan tersebut harus berkaitan dengan masalah hukum yang bersifat fikih, bukan masalah ushul fiqh (metodologi hukum Islam).

Posisi ijma sebagai sumber hukum Islam sangat penting. Meskipun bukan sumber hukum primer seperti Al-Qur’an dan As-Sunnah, ijma diakui sebagai sumber hukum sekunder yang memiliki otoritas yang kuat. Hal ini dikarenakan ijma dianggap sebagai manifestasi dari pemahaman kolektif ulama terhadap ajaran Islam dan usaha untuk menerapkannya dalam kehidupan nyata. Ijma memberikan kepastian hukum dan stabilitas dalam penerapan hukum Islam di tengah keragaman pendapat dan penafsiran. Dengan adanya ijma, diharapkan dapat terhindar dari perselisihan dan kekacauan hukum.

Syarat-Syarat Terjadinya Ijma yang Sah

Tidak semua kesepakatan ulama dapat dikategorikan sebagai ijma yang sah dan mengikat. Ijma yang sah harus memenuhi beberapa syarat penting, antara lain:

  • Kualifikasi Ulama: Para ulama yang bersepakat harus memiliki kualifikasi sebagai mujtahid, yaitu memiliki kompetensi dan keahlian dalam bidang fiqh, memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah secara mendalam, serta mampu melakukan ijtihad dengan metode yang benar. Mereka bukan hanya sekadar orang yang beragama Islam, tetapi memiliki kapasitas ilmiah yang memadai.

  • Kesepakatan yang Mutlak: Kesepakatan harus bersifat mutlak dan menyeluruh, tidak ada perbedaan pendapat yang signifikan di antara para ulama yang terlibat. Meskipun boleh terdapat perbedaan pendapat minor, inti dari hukum yang disepakati harus sama.

  • Kesadaran dan Kebebasan: Ulama harus mencapai kesepakatan tersebut secara sadar dan bebas, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

  • Keberadaan Masalah Hukum: Ijma harus berkaitan dengan masalah hukum yang bersifat fikih, bukan masalah aqidah (kepercayaan) atau ushul fiqh.

  • Kesepakatan Terhadap Hukum Syariat: Ijma harus mencapai kesepakatan terhadap hukum syariat yang berkaitan dengan masalah hukum tertentu, bukan sekadar kesepakatan tentang fakta atau kejadian.

Jika salah satu syarat di atas tidak terpenuhi, maka kesepakatan tersebut tidak dapat dianggap sebagai ijma yang sah dan mengikat.

Jenis-jenis Ijma dalam Fiqih

Terdapat beberapa jenis ijma yang dikenal dalam literatur fiqih, di antaranya:

  • Ijma’ Sulton: Ijma’ yang terjadi melalui penguasa atau pemimpin. Bentuk ijma’ ini kurang dianut oleh banyak mazhab karena potensi manipulasi dan paksaan.

  • Ijma’ Suqut: Ijma’ yang terjadi ketika suatu pendapat yang sebelumnya ada kemudian ditinggalkan oleh para ulama.

  • Ijma’ Bil Amal: Ijma’ yang ditunjukkan melalui tindakan dan praktik masyarakat muslim sepanjang sejarah.

  • Ijma’ Bil Qoul: Ijma’ yang terjadi melalui pernyataan lisan atau tulisan para ulama.

Klasifikasi ini membantu dalam memahami bagaimana ijma dapat muncul dalam berbagai konteks dan cara. Namun, penting untuk diingat bahwa ijma’ yang paling kuat dan diakui secara umum adalah ijma’ yang memenuhi seluruh syarat yang telah dijelaskan sebelumnya.

Kesimpulan

Ijma merupakan sumber hukum Islam yang penting dalam membentuk dan mengembangkan hukum Islam. Pemahaman yang komprehensif tentang pengertian ijma, syarat-syaratnya, dan jenis-jenisnya sangat krusial untuk memahami sistem hukum Islam secara keseluruhan. Meskipun bukan sumber primer, ijma memberikan kepastian hukum dan stabilitas dalam penerapan syariat Islam, dengan syarat-syarat yang ketat untuk memastikan validitas dan kesahihannya. Ijma harus senantiasa diinterpretasikan dan diaplikasikan sesuai dengan konteks zaman dan perkembangan pemikiran keislaman, tanpa mengabaikan prinsip-prinsip fundamental dalam syariat Islam.

You May Also Like

About the Author: Admin